“Nanti
mau jadi apa?”, ” Jadi pilot!” begitu biasanya jawaban anak-anak,
terutama anak laki-laki. Jawaban ini sangat umum beserta profesi lainnya
seperti dokter dan tentara. Tahukah anda bahwa setelah menjadi pilotpun
banyak pilihan (jika bisa memilih) atau dengan kata yang lebih tepat
banyak kemungkinan pekerjaan yang berbeda biarpun menyandang pekerjaan
yang sama, penerbang. Tulisan ini tidak membahas karir penerbang militer
dan penerbang pemerintah lainnya seperti polisi, SAR, dan lainnya.
Menjadi penerbang juga tidak harus bekerja sebagai pilot profesional.
Banyak orang yang sehari-harinya bekerja di darat atau juga pengusaha
dan meluangkan akhir minggunya dengan terbang sebagai penerbang amatir.
Penerbang hobi
Di Indonesia, menerbangkan pesawat hobi seperti
terbang layang, pesawat swayasa, atau bahkan pesawat bermotor yang
“certified” tidaklah terlalu umum, biarpun kegiatan ini ada.
Di Jakarta anda bisa datang ke lapangan terbang
Pondok Cabe di dekat Ciputat untuk melihat kegiatan ini setiap akhir
minggu. Semua kegiatan hobi ini bernaung di bawah organisasi Federasi
Aerosport Indonesia (FASI) bersama dengan kegiatan lain seperti terjun
payung, gantole, dan pesawat model (aeromodelling).
Terbang layang:
Bedanya pesawat terbang layang dengan pesawat
“normal” adalah, pesawat ini tidak memiliki mesin. Jadi bagaimana bisa
terbang? Pesawat ini harus ditarik untuk bisa terbang dan kemudian bisa
dilepas lalu melayang dengan bebas. Jika beruntung mendapatkan udara
yang sedang naik maka bisa melayang sampai berjam-jam.
Alat penariknya bisa berupa pesawat lain, atau alat penarik di darat yang disebut Winch,
atau bisa juga ditarik dengan mobil. Lisensi yang dibutuhkan untuk
menerbangkan pesawat layang atau glider adalah PPL dengan rating glider.
Artikel tentang lisensi dapat anda baca di artikel dengan judul Panduan menjadi penerbang di website ilmuterbang.com ini.
Pesawat Swayasa dan ultralight
Pesawat swayasa/experimental dan
ultralight atau di beberapa negara disebut microlight adalah pesawat
ringan yang dirakit sendiri. Jika anda ingin merakit sendiri pesawat
anda maka jenis pesawat ini adalah yang paling cocok untuk anda. Karena
kebanyakan pesawat swayasa adalah pesawat dengan satu mesin maka lisensi
yang dibutuhkan minimal adalah PPL dengan rating Single engine. Bisa
single engine land atau single engine sea.
Penerbang profesional sipil
Menjadi penerbang profesional artinya adalah
menjadi penerbang yang dibayar. Pesawat apapun yang diterbangkan jika
anda ingin dibayar, maka anda harus memiliki lisensi minimal CPL (Commercial Pilot License).
Mari kita mulai bahas tahap-tahap di sekolah
penerbang untuk mendapatkan lisensi CPL ini. Untuk mendapatkan CPL,
seseorang harus melewati tahap PPL yang saat ini menurut peraturan
membutuhkan minimum 40 jam terbang. Setelah lulus PPL maka dia akan
mengumpulkan jam terbang lebih banyak lagi (normalnya adalah 200 jam
atau 150 jam jika dilakukan di sekolah penerbang) dan ground school
untuk mengajukan ujian CPL. Ujian terbang CPL ini bisa dilakukan
dengan pesawat bermesin tunggal atau pesawat bermesin ganda. Jika
dilakukan dengan pesawat bermesin ganda maka di lisensi juga akan
tertulis rating Multi Engine (ME).
Ada lagi rating yang bisa ditambahkan dan sangat
penting untuk kelanjutan karir seorang penerbang profesional. Rating ini
adalah Instrument Rating (IR). Rating ini berguna
untuk menerbangkan pesawat pada waktu jarak pandang yang minim. Biasanya
rating ini dilatih dan diuji diantara PPL dan CPL. Mengapa demikian?
Karena untuk mendapatkan IR seorang penerbang harus sudah punya PPL dan
juga mengumpulkan jam terbang tertentu yang diatur di peraturan
penerbangan sipil. Biasanya adalah 125 jam.
Kesimpulannya seorang calon penerbang harus
melakukan minimal 150 jam untuk menjadi penerbang profesional dengan
urutan ideal sebagai berikut:
0-40 jam: PPL Course (belajar di kelas), PPL Exam (ujian tertulis) dan PPL check ride (ujian terbang).
40-125 jam: IR Course, IR Exam, IR check ride.
40-150 jam: CPL Course, CPL exam, CPL checkride.
Menjadi pilot helikopter butuh sekolah khusus penerbang helikopter
Penerbang helikopter
Jam terbang yang dibutuhkan untuk mendapatkan CPL
dengan rating helikopter adalah sama, yaitu 150 jam, tapi tidak semuanya
harus di helikopter. Minimum 50 jam yang harus dilakukan di helikopter.
Jadi seorang calon penerbang helikopter dapat memulai latihannya dengan
pesawat latih dan melanjutkannya dengan helikopter, sehingga mengurangi
biaya sekolah karena biaya pengoperasian helikopter biasanya jauh lebih
mahal daripada pesawat biasa.
Hak seorang Pemegang CPL
Setelah mendapatkan CPL, maka sudah mulai boleh
mencari kerja sebagai penerbang yang boleh dibayar tapi lisensi ini
masih terbatas karena pemegang CPL tidak bisa menjadi seorang captain
(pilot in command, PIC), tapi hanya bisa sebagai kopilot di maskapai
yang mengoperasikan pesawat besar dengan jumlah kursi penumpang lebih
dari 30 dan/atau berat lebih dari 7500 pound. Menjadi PIC di pesawat
kategori ini harus memiliki lisensi ATP dengan minimum 1500 jam terbang
yang akan kita bahas kemudian.
Selain menjadi kopilot di pesawat yang relatif
besar, ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan, yaitu menjadi
penerbang komersial di pesawat yang membutuhkan hanya satu penerbang,
menjadi instruktur, penerbang pesawat pribadi/perusahaan, menerbangkan
pesawat penyemprot hama, photo udara, penarik banner (spanduk),
penarik glider dan lainnya. Membawa penumpang untuk melihat pemandangan
alam, juga membutuhkan lisensi CPL jika dibayar.
Khusus untuk helikopter, selain membawa penumpang,
seorang penerbang helikopter dapat menerbangkan mangangkat barang,
helikopter ambulans, polisi, dan media seperti TV.
Untuk menjadi instruktur, seorang penerbang membutuhkan sebuah rating lagi di lisensinya yaitu FI (Flight Instructor) rating. Seperti halnya rating yang lain, untuk mendapatkan rating ini dibutuhkan ground course, exam dan checkride. Minimal lisensi yang harus dimiliki untuk mendapatkan rating ini adalah CPL.
Untuk menjadi penerbang penyemprot hama, penarik banner
atau penarik glider, tidak dibutuhkan rating tapi biasanya hanya
training oleh instruktur yang sudah berpengalaman melakukan hal yang
sama. Untuk menjadi penarik glider, penerbang tersebut juga harus
menjalankan training dengan terbang di glider.
Menjadi penerbang di maskapai penerbangan yang
terkenal adalah cita-cita banyak penerbang sipil, padahal ini hanyalah
salah satu pekerjaan yang tersedia setelah menjadi penerbang seperti
sudah kita bahas sebelumnya.
Di peraturan penerbangan Indonesia ada dua tipe
maskapai penerbangan, pertama yaitu maskapai yang mengoperasikan pesawat
dengan maksimum 30 tempat duduk penumpang dan/atau maksimum berat
pesawat 7500 pound, dan kedua adalah maskapai yang mengoperasikan
pesawat dengan kursi penumpang lebih dari 30 dan/atau berat pesawat
lebih dari 7500 pound.
Di maskapai jenis pertama, aturan yang berlaku adalah CASR part 135, sedangkan untuk jenis maskapai yang kedua berlaku part 121.
Maskapai part 135
Perusahaan yang berada di bawah aturan CASR 135
biasanya adalah perusahaan yang menyediakan pelayanan untuk penumpang
baik berjadwal atau charter, perusahaan kargo, perusahaan penyemprot
hama, perusahaan foto udara, perusahaan transportasi medis (ambulans
udara) dan lain sebagainya.
Seorang penerbang dengan lisensi CPL boleh menjadi
PIC (Pilot In Command) di perusahaan jenis ini. Segala macam aturan
training yang dibutuhkan juga tertulis di CASR 135.
Perusahaan yang mengoperasikan helikopter biasanya
ada di part 135 karena jarang ada helikopter yang punya lebih dari 30
kursi penumpang.
menerbangkan pesawat di maskapai 135
Maskapai part 121
Perusahaan airline seperti Garuda Indonesia dan
lainnya adalah perusahaan yang tunduk pada aturan 121. Perusahaan jenis
ini selain hanya membawa penumpang, bisa juga hanya membawa kargo atau
keduanya. Contoh perusahaan penerbangan yang hanya membawa kargo yang
terkenal adalah FEDEX dan DHL. Di Indonesia pada saat tulisan ini
ditulis ada perusahaan yang bernama Republik Express. Sedangkan airline
yang membawa penumpang biasanya juga membawa sejumlah kargo untuk
dibawa.
Jenjang karir di perusahaan-perusahaan ini
berbeda-beda tergantung kebijakan perusahaan tapi yang jelas, seorang
pemegang lisensi CPL hanya bisa menjadi kopilot di perusahaan-perusahaan
ini. Setelah mencapai jam terbang tertentu, perusahaan akan
mempromosikan kopilot untuk menjadi captain atau PIC. Kapan seorang
kopilot bisa menjadi kapten adalah tergantung kebijakan perusahaan.
Sedangkan peraturan menyebutkan minimal 1500 jam terbang dan memiliki
ATPL.
Pada perusahaan yang cukup besar, seorang penerbang baru akan menjadi Second Officer, lalu dipromosikan menjadi First Officer, Senior First Officer
sebelum menjadi Captain sejalan dengan pengalamannya. Untuk perusahaan
yang lebih sederhana, hanya ada First Officer lalu Captain.
Di perusahaan tempat penulis bekerja, seorang pemegang CPL fresh graduate yang baru lulus dari sekolah penerbang akan menjadi seorang Second Officer selama 1 sampai 1 ½ tahun, sebelum dijadikan First Officer. Setelah 3 tahun berbakti di perusahaan maka penerbang tersebut otomatis diangkat menjadi Senior First Officer.
Setelah 4 tahun dan jam terbang mencapai lebih dari 5000 jam, maka dia
berhak dipromosikan menjadi seorang Captain setelah melalui berbagai tes
dan ujian, termasuk ujian mendapatkan ATPL (Airline Transport Pilot
License).
Kita lihat di perusahaan ini, menjadi Captain
membutuhkan 5000 jam, padahal peraturan memberikan minimum hanya 1500
jam untuk mendapatkan ATPL. Jadi biasanya perusahaan mempunyai aturan
yang lebih ketat dibandingkan dengan aturan dari negara yang
bersangkutan.
Tidak ada peraturan yang mengatur tentang kebutuhan
bar yang biasanya dipasang di pundak seorang penerbang. Yang ada adalah
adat dan kebiasaan. Dimulai dari 1 bar untuk Second Officer, 2 bar untuk First Officer, dan 3 bar untuk Senior First Officer, seorang Captain biasanya memiliki 4 bar. Di perusahaan lain, Second Officer disebut Junior Firs officer.
Setahu penulis, di sebuah airline di Indonesia,
seorang kopilot langsung mengenakan 3 bar di pundaknya tidak perduli
apakah dia kopilot yang masih baru atau sudah senior. Mungkin maksudnya
untuk memberikan citra bahwa semua kopilotnya adalah senior.
Kembali lagi bahwa tidak ada aturan tentang bar
ini, jadi sah saja kalau suatu saat ada perusahaan yang memberikan
seragam tanpa bar untuk penerbangnya.
Jadwal dan rute terbang
Perusahaan charter dan pesawat pribadi
Jadwal terbang dan rute penerbangan yang dilakukan
adalah berdasarkan tipe dan kebijakan perusahaan. Contohnya sebuah
perusahaan charter biasanya tidak memiliki jadwal tetap. Penerbangan
dilakukan jika ada orang atau perusahaan yang menyewa pesawatnya.
Biasanya di perusahaan ini penerbangnya selalu mendapatkan jadwal standby.
Begitu pula jika anda menjadi penerbang pesawat pribadi/korporasi.
Jadwal terbang anda akan tergantung pada keinginan pemilik pesawat atau
perusahaan pemilik pesawat.
Ada perusahaan yang penulis tahu memberikan jadwal
misalnya 3 minggu ON dan 2 Minggu OFF. Maksudnya selama 3 minggu seorang
penerbang harus harus siaga untuk bertugas kapan saja, dan setelah 3
minggu, yang bersangkutan mendapatkan 2 minggu libur. Contoh lain adalah
6 minggu ON dan 3 minggu OFF. Semua itu bergantung pada kebijakan
perusahaan. Tentunya selama 6 minggu ON penerbang harus mendapatkan
libur kalau jadwal terbangnya padat. Aturan maksimum lamanya tugas dan
terbang diatur di part 135 dan 121. Rute yang dijalankan juga bergantung
pada penyewa atau pemilik pesawat.
menerbangkan pesawat milik korporasi
Perusahaan berjadwal
Penerbangan di perusahaan ini memiliki jadwal yang
tetap sehingga jadwal penerbangnya juga bisa direncanakan sebelumnya.
Ada perusahaan yang mengeluarkan jadwal setiap bulan, ada yang setiap 2
minggu, adapula yang diberikan jadwal setiap 3 hari. Kembali lagi ini
adalah tergantung kebijakan perusahaan dan tentunya tergantung kerapihan
penjadwalan di perusahaan baik penjadwalan pesawat ataupun
penerbangnya.
Rute dalam dan luar negeri
Rute dalam atau luar negeri bukanlah sebuah karir
tapi lebih bergantung pada pesawat dan rute airline yang bersangkutan.
Misalnya jika sebuah perusahaan memiliki beberapa B737 yang beroperasi
domestik dan beberapa Fokker F28 yang lebih kecil tapi beroperasi secara
internasional ke negara tetangga, maka seorang penerbang yang baru
diterima yang ditugaskan untuk menerbangkan Fokker F28 akan terbang
internasional sedangkan seniornya yang terbang di Boeing 737 akan
terbang domestik.
Penerbang pesawat kargo
Menjadi penerbang pesawat kargo tidak berbeda
dengan penerbang pesawat penumpang. Seperti telah sedikit dibahas
sebelumnya ada beberapa maskapai yang tidak membawa penumpang. Fedex,
TNT, DHL, adalah beberapa maskapai yang terkenal. Perusahaan seperti
Singapore Airlines juga memiliki bagian sendiri yang disebut SIA Cargo
yang khusus mengoperasikan pesawat-pesawat kargo Boeing 747. Contoh lain
perusahaan yang mengoperasikan hanya pesawat kargo adalah Air Hongkong
di Hongkong.
Secara umum tidak ada perbedaan syarat menjadi
penerbang pesawat penumpang ataupun pesawat kargo. Banyak penerbang
menyukai bekerja di maskapai kargo karena jadwal yang lebih fleksibel
karena tidak ada misalnya penumpang yang komplain kalau penerbangan
terlambat 30 menit. Hal ini bukan berarti penerbangan kargo sangat
santai, banyak kargo yang harus diantar secepat mungkin karena barang
yang dibawa seperti ikan segar bisa saja menjadi kadaluarsa jika
terlambat sampai di tujuan. Ada juga barang-barang yang dikategorikan
sebagai dangerous good, yang tidak bisa dibawa di pesawat
penumpang jadi harus dibawa hanya di pesawat kargo, contohnya adalah
barang-barang yang dengan radiasi tinggi atau barang yang tidak boleh
dicampur dengan barang lain karena korosif.
esawat kargo dapat dibedakan dengan tidak adanya jendela penumpang
|
Selasa, 01 Januari 2013
Jenjang Karir Pilot
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar