Senin, 10 Desember 2012

Musibah Ganda Kecelakaan Pesawat


KITA semua pasti terkaget ketika pesawat Hawk milik TNI-AU hari Selasa jatuh di Pekanbaru, Riau. Kita bersyukur tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut, karena pilot berhasil keluar dengan kursi pelontar sebelum pesawat jatuh ke tanah.

Pesawat jatuh di dekat pemukiman penduduk, namun tidak mengenai rumah dan mencelakakan para penghuninya. Sebelumnya pesawat latih TNI-AU jatuh di dekat Bandara Halim Perdanakusuma menewaskan empat warga yang rumahnya tertimpa pesawat.

Pesawat buatan Inggris ini memperkuat jajaran TNI-AU sejak tahun 1994. Sejauh ini pesawat dinyatakan baik dan menjalani perawatan secara rutin. Bahkan pesawat Hawk yang jatuh ini dilaporkan baru saja menjalani pemeriksaan berkala.

Oleh karena itu Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengatakan bahwa kecelakaan akan diteliti Panitia Penyelidik Kecelakaan Pesawat Terbang (PPKPT) dari TNI AU. Penerbang yang selamat, Letnan Dua Penerbang Reza Yori Prasetyo juga akan ditanyai mengapa tiba-tiba pesawat bisa sempat oleng.

Dengan jumlah pesawat yang terbatas, jatuhnya sebuah pesawat mengurangi kekuatan angkatan udara yang kita miliki. Oleh karena itu TNI-AU untuk sementara meng-grounded pesawat Hawk yang masih ada, sampai diketahui dengan pasti penyebab kecelakaan.

Penerbang, pesawat, dan cuaca merupakan tiga faktor yang saling terkait dan mempengaruhi selamat atau tidaknya sebuah penerbangan. Penerbang merupakan faktor pertama yang menentukan, karena keputusan untuk terbang atau tidak terbang berada di tangannya.

Seorang penerbang yang andal akan memutuskan untuk tidak jadi terbang, apabila ada satu saja indikator yang tidak berfungsi dengan baik. Penerbang tidak boleh mengambil risiko, karena begitu sudah mengudara tidak ada lagi hal yang bisa ditoleransi.

Untuk menopang kinerja seorang penerbang, dibutuhkan perawatan yang teratur. Sebagai produk berteknologi tinggi, pesawat sudah diatur dengan jadwal pemeriksaan yang pasti dan juga penggantian komponen yang harus dilakukan.

Faktor ketiga yang berada di luar kontrol manusia adalah cuaca. Kondisi cuaca yang tiba-tiba buruk bisa membuat semua perencanaan penerbangan yang baik, berubah total. Walaupun faktor itu kecil dengan semakin canggihnya teknologi, namun bukan mustahil cuaca akan mempengaruhi keselamatan penerbangan.

Musibah sudah terjadi dan ini tentunya merupakan pukulan bagi jajaran TNI-AU. Sebagai pengguna alat utama sistem persenjataan udara, TNI-AU harus mempertanggungjawabkan kecelakaan yang terjadi kepada masyarakat, karena rakyatlah yang membiayai semua peralatan itu.

Sebagai bagian dari pertanggungjawaban, TNI-AU harus mau terbuka. Media massa merupakan saluran yang efektif untuk menyampaikan pertanggungjawaban itu. Rakyat yang menerima informasi tidak akan menyalahkan TNI-AU, hanya saja mereka perlu tahu mengapa kecelakaan bisa terjadi.

Tujuan dari rasa keingintahuan itu adalah untuk membuat para penerbang TNI-AU lebih berhati-hati. Bukan hanya agar pesawat yang sudah dibeli dengan mahal itu tidak rusak, tetapi yang lebih penting, jangan sampai penerbang yang sudah dididik lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, lalu harus mati secara sia-sia.

Sayang kalau sebagai bagian dari keterbukaan yang harus dijalankan, prajurit TNI-AU malah bersikap tertutup. Bukan hanya melarang adanya pemberitaan, tetapi menganiaya wartawan yang sedang bekerja untuk mendapatkan berita.

Penganiayaan wartawan merupakan pelanggaran hukum yang berat. Dengan menghalang-halangi wartawan bekerja saja sudah pidana, apalagi memukuli dan merampas alat kerja wartawan merupakan pelanggaran hukum yang lebih berat lagi.

Apalagi ketika itu dilakukan oleh seorang perwira menengah. Sebagai seorang letnan kolonel, seharusnya ada cara yang lebih baik dalam berkomunikasi dengan wartawan. Bukan dengan cara marah-marah, apalagi dengan menendang, memukul, membanting, dan mencekik.

Apa yang dilakukan perwira menengah TNI-AU membuat institusi mengalami musibah ganda. Setelah harus kehilangan pesawat, TNI-AU kini dirugikan lagi oleh tercorengnya nama baik. Bahkan bukan hanya TNI-AU yang tercoreng, tetapi juga institusi TNI secara keseluruhan. Seakan menjadi pembenaran bahwa tentara suka dengan kekerasan.

Padahal kita tahu pimpinan TNI berusaha mengubah citra buruk mereka. Selama masa reformasi TNI mencoba meyakinkan kepada masyarakat bahwa mereka sudah berupaya untuk berubah dan meninggalkan cara-cara kekerasan.

Kejadian di Pekanbaru merupakan pelajaran berharga bagi TNI. Setidaknya perjalanan yang harus mereka tempuh untuk menjadikan prajurit TNI itu taat hukum dan mau bersikap terbuka masih panjang. Pimpinan TNI tidak boleh bosan untuk mengingatkan itu, agar perubahan bisa sampai kepada sikap dan perilaku yang sesungguhnya dari setiap prajurit TNI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar