Cerpen “Kisah Pilot Bejo” mengisahkan seorang pilot bernama Bejo yang berlatar belakang keluarga suku Jawa. Bejo adalah keturunan keluarga yang hidupnya mengangkut orang lain dari satu tempat ke tempat yang lain. Ada yang menjadi kusir dan masinis. Leluhur Bejo yang pekerjaannya berisiko besar, maka secara turun temurun nama-namanya pun dipilihkan yang menyiratkan keselamatan. Ayah Bejo bernama Slamet, kemudian leluhur yang lain bernama Untung, Sugeng, Waluyo, Wilujeng, dan Bejo sendiri, yang berarti selalu beruntung. Berawal dari Paman Bablas yang menyekolahkan Bejo untuk menjadi pilot, sehingga Bejo menjadi pilot di sebuah maskapai penerbangan “Amburadul Airlines”.
Maskapai penerbangan tersebut diceritakan sebuah maskapai yang tiga pesawatnya jatuh dan membunuh semua penumpangnya, dua pesawat meledak bannya serta melukai para penumpangnya, dan lima kali pesawat berputar-putar di angkasa untuk menghabiskan bensin sebelum mendarat, dan sebagainya, yang intinya suatu perusahaan yang dalam banyak hal bekerja asal-asalan. Nasib Bejo beruntung selanjutnya, karena ia diterima di maskapai “Sontholoyo Airlines” (SA) yang baru dibuka.
Kisah Bejo berlanjut ketika ia sudah menjadi pilot di maskapai “SA”. Jadwal penerbangan diketahui Bejo beberapa hari sebelumnya, walaupun tidak tahu ke mana tujuannya. Berbagai peraturan pun ia ketahui, termasuk paling lambat satu jam sebelum terbang ia harus tahu keadaan pesawat. Bejo sering menjumpai pesawat-pesawat maskapai SA, secara fisik, badan pesawat buruk. Semua ban pesawat gundul, cat di badan pesawat banyak yang mengelupas, dan kursi pesawat yang bagi penumpang tidak memberikan kenyamanan. Peraturan lainnya, sering jadwal berubah-ubah sehingga Bejo harus terbang dalam keadaan payah, tidak boleh boros dalam menggunakan bahan bakar, gaji pun tidak segera dinaikkan.
Suatu ketika Bejo ditugaskan “Bos” untuk terbang ke Nusa Tenggara Timur. Waktu itu Bejo dalam keadaan lelah. Cuaca pun tidak mendukung dengan baik, awan hitam pekat dan hujan lebat yang tak kunjung reda. Pesawat terasa berguncang-guncang keras dan para penumpang berteriak ketakutan. Saat itu, awak pesawat lain mengumumkan bahwa pilot yang bernama Bejo menjamin keselamatan para penumpang. Bejo tidak memerdulikan hal-hal lain, selain mengondisikan pesawat tidak terkena kilat-kilat yang berbahaya. Bisa melesat ke atas, menukik ke bawah, belok kanan belok kiri. Bejo melakukannya walaupun tahu umur pesawat yang sudah hampir dua puluh lima tahun dan sudah lama tidak diperiksa, beberapa suku cadangnya seharusnya diganti, dan radarnya sudah beberapa kali melenceng. Akhir cerita, Bejo merasakan pesawat berderak-derak keras terasa akan pecah berantakan dan ia berteriak “Bejo namaku! Bejo hidupku! Bejo penumpangku!”
Cerpen karya Budi Darma ini akan ditelaah secara ekspresif, yaitu dengan menghubungkan cerita dengan sosok Budi Darma. Di beberapa referensi, dipaparkan proses kreatif menulis Budi Darma. Menurut Darma (1984:2) bahwa baginya tidak menulis berarti mengkhianati takdir, hidupnya kosong, dan sengsara) dan oleh sebab itu karya bagi Budi Darma hakikatnya merupakan refleksi batin pengarang. Adapun refleksi tersebut sebenarnya bermuara pada impresi pertama atas realita yang ada di hadapannya. Membicarakan hal itu, Budi Darma dapat dipastikan, sebenarnya dalam menciptakan karya tidak lepas dari realita yang sedang terjadi kemudian diolahnya menjadi cerita, seperti teori mimetik creation Aristoteles. Realita yang dipikirkan dan diekspresikan dalam cerita “Kisah Pilot Bejo” adalah kejadian kecelakaan pesawat terbang “Adam Air”.
Kecelakaan pesawat tersebut memang tragis dari beberapa kecelakaan pesawat lainnya di Indonesia. Badan pesawat dan penumpangnya tidak pernah ditemukan atau hilang. Berdasarkan sumber online, Adam Air Penerbangan KI-574 jurusan Surabaya-Manado mengalami kecelakaan pada 1 Januari 2007. Penumpangnya berjumlah 96 dan awak pesawat 6 orang. Lokasi kecelakaan dipastikan di Selat Makassar di luar Majene, Sulawesi. Karena tidak pernah ditemukan maka penumpang dan awak pesawat diperkirakan meninggal dunia. Pencarian pada saat itu hanya menemukan kotak hitam pesawat di kedalaman 2000 meter pada 28 Agustus 2007. Akhirnya, berdasarkan rekaman kotak hitam, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memperkirakan kecelakaan dikarenakan kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS ), cuaca buruk, dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
Setelah kecelakaan terjadi, beberapa fakta terungkap. Pesawat Adam Air berjenis Boeing 737-400 dibuat tahun 1990 mendapat evaluasi terakhir pada 25 Desember 2005, memiliki waktu terbang 45,371 jam, dan digunakan 8 maskapai penerbangan berbeda. Pihak Adam Air mengklaim bahwa pesawat masih bisa digunakan sampai 12 tahun lagi. Tetapi KNKT menemukan fakta lain berdasarkan laporan pilot dan perawatan pesawat, selama Oktober sampai Desember 2006, terjadi 154 kali kerusakan terkait dengan IRS sebelah kiri pada pesawat Adam Air tersebut.
Budi Darma telah memotret fakta kecelakaan tragis tersebut. Dengan imajinasinya, terciptalah cerpen “Kisah Pilot Bejo” yang memiliki kesamaan dengan fakta yang terjadi. Pertama, sebagai tokoh utamanya, Bejo sang pilot pesawat adalah mimetik pilot pesawat Adam Air, karena salah satu penyebab kecelakaan adalah kegagalan kinerja pilot dalam mengatasi keadaan gawat darurat. Bejo dalam cerita adalah gambaran pilot pesawat yang kompetensinya berkualitas rendah dan bisa jadi lembaga pendidikannya pun diragukan kredibilitasnya. Penilaian tersebut dari pernyataan Budi Darma sebagai berikut :
“Kendati otak Bejo sama sekali tidak cemerlang, akhirnya lulus, dan resmi mempunyai hak untuk menjadi pilot. Namun, resmi mempunyai hak untuk menjadi pilot, tidak selamanya menjadi pilot, bahkan ada yang akhirnya menjadi pelayan restoran. Mirip-miriplah dengan para lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan…”.
Mimetik fisik badan pesawat Adam Air juga digambarkan dalam cerita, yakni “ …semua ban pesawat sudah gundul, cat di badan pesawat sudah banyak mengelupas, dan …kursi pesawat yang selalu rebah ke belakang.” Budi Darma dalam hal ini ingin menggambarkan kerusakan IRS sebelah kiri sebanyak 154 kali sejak bulan Oktober sampai Desember 2006. Jelas-jelas kerusakan bagian badan pesawat sebanyak itu tidak layak terbang tapi oleh pihak Adam Air masih dipakai untuk penerbangan. Gambaran perusahaan Adam Air juga ditiru dari “Amburadul Air” dan “Sontholoyo Air”. Kedua maskapai penerbangan itu tidak professional, salah satunya dapat ditandai pada :
“Selama tiga tahun AA (Amburadul Air) berdiri, tiga pesawat jatuh dan membunuh semua penumpangnya, dua pesawat telah meledak bannya waktu mendarat dan menimbulkan luka-luka, dan paling sedikit sudah lima kali pesawat terpaksa berputar-putar di atas untuk menghabiskan bensin sebelum berani mendarat, tidak lain karena rodanya menolak untuk keluar. Kalau masalah keterlambatan terbang, dan pembuatan jadwal terbang asal-asalan…”
Secara khusus mimetik kecelakaan pesawat Adam Air, digambarkan Budi Darma ketika Bejo harus terbang ke Nusa Tenggara Timur. Digambarkan dalam cerita saat itu awan hitam pekat, hujan turun deras, dan kilat menyambar-nyambar. Konon, sebelumnya pilot Adam Air sudah menanyakan keadaan cuaca. Dalam cerita, cuaca memang digambarkan sangat buruk. Untuk bahan bakar pesawat Adam Air, ternyata hanya cukup untuk 4 jam terbang saja. Fakta tersebut diceritakan,” …Tapi dia tahu, bos akan marah karena dia akan dituduh memboros-boroskan bensin…” Berlanjut pada kondisi pesawat yang dikemudikan Bejo,” …Pesawat berderak-derak keras, terasa benar akan pecah berantakan,” sama dengan perkiraan KNKT. Saat kecelakaan, situasi pesawat bergetar hebat sehingga struktur kendali pesawat rusak, kemudian pesawat menghantam air dengan badan pesawat yang hancur dan terbelah akibat kecepatan tinggi dan gaya gravitasi yang melebihi batas kemampuan badan pesawat. Penyebabnya, ketika berada di ketinggian 35.000 kaki, pilot dan co-pilot memutuskan IRS Mode selector unit No. 2 (kanan) ke posisi mode ATT, auto pilot jadi mati. Akibatnya pesawat secara perlahan berbelok ke kanan, pesawat mencapai bank angle hingga 100 derajat hingga posisi hidung pesawat menukik. Pilot tidak segera mengubah arah pesawat. Saat menukik, kecepatan pesawat mencapai 0,926 mach dan daya grativitasi tekanan pesawat berubah dari positif 3,5 g menjadi negatif 2,8 g.
Budi Darma sebenarnya juga menggugat Indonesia atas kejadian kecelakaan pesawat Adam Air tersebut, bahkan geram. Luapan perasaannya diungkapkan dengan pemberian nama maskapai penerbangan Amburadul Air dan Sontholoyo Air. Maskapai penerbangan yang benar-benar amburadul dan orang-orang di dalamnya juga “sontholoyo” (diartikan tidak berperikemanusiaan dan egois demi keuntungan bisnis semata). Budi Darma menyatakan bahwa telah terjadi konspirasi dan kolusi untuk meloloskan kelayakan terbang pada maskapai Adam Air. Pihak Adam Air akan melakukan apa saja asalkan mendapatkan ijin operasi penerbangan, walaupun sebenarnya keadaan pesawat tersebut tidak layak terbang. Hal itu bisa ditandai dalam cerita (walaupun sasarannya pada pilot),” …Sepuluh pilot temannya sudah dipecat dengan tidak hormat, dengan kedudukan yang disahkan oleh Departemen Perhubungan…” Memang pada akhirnya terkuak, bahwa beberapa orang penting di Indonesia ikut memiliki saham di maskapai penerbangan tersebut.
Budi Darma dalam cerita Bejo sang pilot, juga ingin menyuguhkan tentang filsafat orang Jawa. Orang-orang Jawa dalam memberi nama disesuaikan dengan cita-cita yang diinginkan. Nama-nama Bejo dan leluhurnya, seperti Slamet, Untung, Sugeng, Waluyo, Wilujeng adalah nama-nama Jawa yang maknanya menyiratkan keselamatan. Orang Jawa memang mempunyai keyakinan kalau ingin hidupnya selamat, maka berilah anak-anak dengan nama-nama seperti di atas. Falsafah Jawa tersebut ditandai pada,” Karena pekerjaan mengangkut orang dapat memancing bahaya, maka, turun menurun mereka selalu diberi nama yang menyiratkan keselamatan…”
Dengan demikian, Budi Darma ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi di Indonesia. Mimetik terhadap peristiwa kecelakaan pesawat Adam Air, membuahkan kesedihan para keluarga penumpang. Selain itu, Indonesia tidak dipercaya lagi untuk urusan transportasi penerbangan. Beberapa negara telah melarang pesawat Indonesia untuk terbang di wilayah mereka. Budi Darma juga sesungguhnya ingin mengatakan bahwa segala bentuk konspirasi dan kolusi pada segala aspek kehidupan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dapat dikatakan tidak manusiawi. Ia tidak menyalahkan keadaan tersebut, tetapi dengan cerita “Kisah Pilot Bejo”, ia ingin pemerintah merenungkan kejadian besar tersebut. Budi Darma memang berhasil mengekspresikannya, sehingga pembaca mendapatkan gambaran “kegagalan transportasi penerbangan di Indonesia”, mulai dari sosok pilot yang tidak professional seperti Bejo, maskapai penerbangan yang tidak kredibel, konspirasi dan kolusi antara pengusaha dan pemerintah, dan sebagainya. Pekerjaan rumah untuk pemerintah diberikan Budi Darma, bagaimana langkah pemerintah selanjutnya untuk memerbaiki dunia penerbangan di Indonesia. Jawabannya masih terbuka seperti cerita Bejo yang dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar