Sebuah peristiwa dramatis terjadi ketika pekan silam. Pilot Sriwijaya Air, H. Sutikno meninggal usai mendaratnya pesawatnya di Bandara Soekarno-Hatta. Usai penumpang yang dibawanya dengan pesawat Boeing dari Solo selamat, ia terkulai karena serangan jantung. Berikut cerita duka istri mendiang, Hj. Hadidjah.
Kabar yang pertama kali kuterima, Bapak pingsan dan dilarikan ke RS Centra Medika di kawasan bandara Soekarno-Hatta. Di dalam bus yang membawa rombongan, aku berusaha tabah dan berdoa untuk kesembuhannya. Beberapa menit kemudian, aku kembali menerima telepon dari kantor Bapak. Si penelepon minta aku tabah. "Bapak sudah tiada," begitu kabar yang kudengar.
SERANGAN JANTUNG
Pikiranku jadi tak tenang. Semua teman memberikan support agar aku tetap tabah menerima cobaan ini. Dalam kondisi pikiran kalut, aku menyampaikan kabar duka ini kepada lima anakku. Baik yang di rumah, tempat kos, dan kerja. Kularang anak-anak menjemput Bapak di RS menggunakan kendaraan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan buruk karena kekalutan kami. Alhamdulillah anak-anak mau mengerti. Mereka dan para tetangga di rumah mempersiapkan segala sesuatunya untuk kepulangan Bapak.
Setelah itu, kubawa jasadnya pulang. Sampai di rumah sekitar pukul 19.30. Sudah banyak keluarga dan pelayat yang datang. Kami saling berpelukan, saling bertangisan. Kami kehilangan orang yang sangat kami cintai.
Menurut keterangan dokter, Bapak mendapat serangan jantung. Sejauh ini yang kutahu, Bapak tak punya penyakit gejala jantung. Pernah, sih, Bapak sesak napas. Belakangan dia memang kena asma. Pernah Bapak kami bawa ke RS Haji Pondok Gede karena sesak napas. Selebihnya, Bapak sehat-sehat saja. Apalagi, penerbang seperti Bapak, tiap enam bulan sekali, dilakukan general check up. Kalau ketahuan Bapak sakit jantung, tentu dia tak boleh terbang.
Belakangan yang kutahu, Bapak meninggal setelah menerbangkan pesawat dari Solo - Jakarta. Kata co pilot, Bapak masih sanggup mendaratkan pesawat dan parkir. Rencananya, pesawat akan segera berangkat ke Gorontalo. Saat itu, Bapak mengatakan, kondisi pesawat oke kepada beberapa teknisi.
Akan tetapi, setelah itu, Bapak langsung menahan sakit dan pingsan. Co pilot itu sendiri mengetahui Bapak sudah meninggal setelah 15 menit kemudian. Akhirnya, posisi kapten pilot untuk penerbangan ke Gorontalo digantikan temannya. Jasad Bapak dimakamkan di kampung halamannya di Blora, Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar