Kamis, 18 Oktober 2012

Cerita yang Bertentangan tentang Kematian Pria di Dalam Pesawat EgyptAir

13463285612141959507
EgyptIndependent, Minggu pagi, seorang penumpang MS986EgyptAir penerbangan langsung New York-Cairo meninggal. Diduga karena gagal jantung.

Saat tiba, Louis Abdel-Malek, 81, dengan selamat dimasukkan ke dalam sebuah ambulans. Tapi menurut para penumpang, kru pesawat tidak tangkas saat menangani situasi tersebut. Para kru menurut para penumpang, tidak mengetahui CPR, prosedur agar jantung tetap berdetak dan oksigen tetap mengalir hingga pertolongan darurat tiba atau bagaimana mengoperasikan defibrillator, alat untuk memberi guncangan kepada jantung agar kembali ke ritmenya yang normal dan bahkan diduga justru mengandalkan para penumpang untuk mengatasi keadaan.

“Pada waktu sarapan(sekitar dua jam sebelum mendarat) dia tidak berespon lagi, para kru saat itu enggan untuk menyentuhnya dan mulai terdengar panik saat menggunakan speaker, bertanya apakah ada yang tahu CPR”  ungkap seorang penumpang pesawat. “Mereka benar-benar tidak tahu bagaimana menangani masalah itu. Keadaan saat itu sangat menakutkan”
Saksi tersebut duduk hanya beberapa deret dari orang tersebut. Keduanya berada di kelas bisnis.

“Mereka kemudian mulau memompa dadanya dengan sangat keras dalam posisi duduk hingga seseorang menghentikan mereka dan menjelaskan bahwa orang tersebut harus dibaringkan di atas permukaan yang keras” tambah wanita itu. “Jika orang tersebut belum meninggal, hal seperti itu(memompa dada dalam keadaan duduk) dapat membunuhnya: tidak jelas mengapa dia sadar”

Tiga  penumpang, termasuk suami saksi, kemudian mencoba mengatasi situasi, membantu seorang kru pria mengecek denyut orang tua tersebut dan membaringkannya di atas lantai, tapi baik para penumpang maupun kru pesawat tak ada yang mengetahui prosedur tepat dalam keadaan darurat seperti itu.

Setelah sekitar satu jam memberikan “CPR”, kru diduga meminta seorang dokter anak untuk menandatangani keterangan kematian orang tersebut. Dia menolak dengan pertimbangan tak punya kualifikasi untuk melakukannya. Juga karena orang tersebut punya dua pasport, Amerika dan Mesir.

“Tanggapan mereka(kru) bahwa kita akan tiba di Mesir, di mana tak seorangpun akan mengecek hal-hal tersebut dengan cermat” aku si penumpang.

Melihat diskusi para kru apakah akan berhenti di Athena atau tidak, para penumpang protes, menjelaskan bahwa dia harus di bawa ke Kairo, rumahnya.

Para kru kemudian mendudukan orang tersebut pada kursinya untuk sisa perjalan dan kemudian menyajikan sarapan.
“Jelas sekali tidak ada seorang pun yang ingin makan pada saat itu. Mereka seolah menjustifikasi bahwa kematian tersebut wajar sebab orang tersebut sudah sangat tua”  Tambahnya.

Para saksi mengungkapkan akan mengajukan keberatan, tapi mereka tidak yakin akan mendapatkan respon.

Juru bicara media Egyptair, Mohamed Rahma membantah klaim para saksi, menganggap mereka melebih-lebihkan kejadian tersebut.
“Sangat tidak mungkin bahwa kru tidak mengetahui CPR sebab mereka harus lulus tes tertentu untuk naik pesawat atau untuk mendapatkan lisensi kru” Jelas Rahma, sambil menambahkan bahwa defibrillator dan masker oksigen sangat sederhana penggunaannya juga disertai instruksi-instruksi dasar.

Dia juga menjelaskan bahwa meminta tanda tangan dokter untuk menandatangani surat kematian adalah prosedur standar sebab para kru tidak memiliki kualifikasi untuk menentukan apakah pria tersebut telah wafat atau belum.”

“Ini adalah situasi yang tidak menyenangkan di mana seorang pria didapati telah meninggal, dan tak ada yang bisa dilakukan” ujarnya,”Sesuatu yang natural bahwa baik para penumpang dan kru penerbangan panik dan tidak pasti dengan situasi itu. Akan tetapi dugaan bahwa kru tidak mengetahui cara menangani keadaan darurat seperti adalah tidak mungkin”

Rahma menambahkan bahwa berhenti pada kota terdekat adalah prosedur rutin. Penerbangan pekan lalu dengan seorang penumpang yang sakit kritis kembali dari umrah, Saudi Arabi menuju Kairo, Mesir, berhenti di Sharm el-Sheikh. Penumpang tersebut berhasil ditangani secara medis.

“Itu adalah keputusan yang dibuat oleh Kapten Pesawat. Dan karena mempertimbangkan Mesir adalah rumah orang tua tersebut, Kapten Pesawat dengan bijak memutuskan bahwa berhenti di Atena akan memperumit masalah” Bela Rahma

Ketika ditanya mengapa orang tersebut dibiarkan duduk di atas kursinya dan tak disembunyikan,
Rahma merespon  bahwa prosedur “kantung mayat”, menutupinya dan meletakkannya dibelakang pesawat justru akan membuat semua penumpang pesawat trauma, tak hanya yang berada di kelas bisnis. Karena itu orang itu hanya ditutupi oleh blanket saja.

“Sarapan pagi juga tetap dihidangkan sebab kami pernah mengalami situasi yang mirip sebelumnya ketika para penumpang mengajukan keberatan sebab mereka tidak mendapatkan sarapan pagi” komentar Rahma terkait tetap dihidangkannya sarapan pagi.
Rahma menyatakan bahwa sejauh ini dia baru menerima laporan dasar dari kejadian tersebut dan akan meminta laporan yang lebih komprehensif.

Meski begitu, saksi mengatakan tidak yakin dan kurang puas dengan respon  EgyptAir.
“Sang juru bicara media tidak ikut dalam penerbangan tersebut”ujarnya.”Jika kru berhasil menangani keaaan, mengapa para penumpang malah terlibat dalam upaya menyadarkan pria tersebut dan membuat keputusan?” respon saksi seraya menambahkan bahwa muncul kekhwatiran serius atas apa yang akan terjadi jika yang mengalami serangan jantung adalah orang muda.

Para saksi menyimpulkan bahwa jawaban EgyptAir atas kejadian tersebut adalah alasan mengapa mereka menganggap bahwa mengajukan keberatan sama sekali tidak berguna.  Mereka menambahkan akan mengambil kelas CPR di Kairo untuk mengantisipasi kejadian yang sama di masa mendatang.
Keluarga Louis Abdel-Malek tak bisa dimintai komentarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar