Mencermati
kemerosotan kemampuan pilot karena usia lanjut serta upaya penyesuaian
menghadapi teknologi terkini dalam mengoperasikan pesawat terbang.
Kita paham bahwa the Riping Age
atau usia produktif yang dicerminkan oleh kematangan berpikir,
mempratekkan/keterampilan serta belajar dari pengalaman sangat
ditentukan oleh usia seseorang. Kalau masa kanak-kanak banyak
menggunakan trial dan error atau mencoba-coba dalam
melampiaskan rasa ingin tahu mengenai sesuatu dan kemudian mengabil
manfaat dari kesalahan yang dibuat, maka usia "matang" sering diartikan
dengan berbekal pengetahuan dan pelatihan, bekerja menurut rencana,
tidak suka bertualang menuruti dorongan " sok jagoan " tetapi bekerja
dengan perencanaan yang baik dan benar serta menarik manfaat dari
pengalaman.
Pekerjaan seorang pilot pesawat
terbang yang berbekal pendidikan umum sekolah menengah atas ditambah
pendidikan di sekolah penerbangan mengharapkan adanya metamorfosis
menuju manusia penerbang yang berciri watak Masculine Aggressive
Personality, yaitu gambaran seorang yang tangguh, trampil, bermotifasi
kuat, bukan ingin pamer kegagahan fisik atau kemampuan menembus
marabahaya, mandiri, tidak suka bergantung kepada orang lain, agresif
dalam arti suka bersaing dan memngkan tantangan, serta bertanggung
jawab. Roy Ginker, seorang Dokter Penerangan senior yang malang
melintang di kancah perang udara era Perang Dunia ke 2 menjagokan setiap
anak laki-laki pertama yang ingin beridentifikasi dengan ayahnya yang
sukses, niscaya dapat dididik menjadi seorang penerbang yang baik.
Umur memegang peranan penting. Reaction time dalam
istilah psikologis adalah kemampuan keterampilan psikomotorik yaitu
reaksi seseorang setelah menerima ransangan yang bersifat tantangan,
harus cekatn membuat reaksi yang bersifat koreksi secepat mungkin.
banyak peneliti yang mengatakan bahwa usia antara 18-40 tahun masuk
dalam era the riping age. Tahun 1918, dalam Perang Dunia
Pertama terjadi perang udara yang relatif masih sangat sederhana,
misalnya melempar bom masih dengan tangan pilot dari kokpit atau
menembak lawan dengan senjata genggam sewaktu dog-fight. Saat itu
rekruitmen banyak memusatkan pada pilot yang muda usia dan usia pensiun
adalah 55 tahun. Di atas usia itu dianggap telah melewati usia terampil
teknologi. Dengan lajunya ilmu Kedokteran Penerbangan dan modal
teknologi pengendalian kokpit serta sistem aerodinamika, organisasi
sipil penerbangan Amerika, pada tahun 1963 mengubah usia pensiun seorang
pilot menjadi 65 tahun. Maka batas umur pensiun 65 tahun, sesuai dengan
ilmu tersebut di atas, masih dianut di banyak negara di perusahaan
penerbangan yang menggunakan pesawat wide body berpenumpang
lebih dari 300 orang dengan kecepatan subsonik sampi 0,8 mach. Tentu
dengan mempertimbangkan kopilot yang mendampingin yang relatif lebih
muda usia.
Dalam penelitian di bidang
neurosains, tercermin kaitan antara tambahnya umur dengan sikap
penampilan atau perilaku tidakan. Tampak jelas pada hasil tes
neurofisiologi yaitu suatu tes yang mencakup keceatan reaksi, melakukan
langkah yang tepat dan kecepatan mengambil keputusan bila dihadapkan
pada situasi mendesak yang mendadak. Dalam tes ini termasuk pencermatan,
fungsi-fungsi tunggal syaraf pusat atau otak mnausia, misalnya memory storage atau penyimpanan ingatan, reaction time atau
kecepatan membuat keputusan. Terbukti bahwa pada usia tua,
fungsi-fungsi otak besar melambat, yang membuktikan lebih panjangnya reaction time atau
memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengambil keputusan yang
sesungguhnya amat dibutuhkan oleh seorang pilot apalagi dalam kondisi emergency.
Misalnya orang yang berusia 60 tahun, akan membuat keputusan 20 % lebih
lama makan waktu yang diperlukan.
Pilot tua membutuhkan sekitar 1 menit
terpaku pandangannya melihat indikator sebelum memutuskan melakukan
tindakan mengubah posisi atau melakukan koreksi terhadap pesawatnya.
Bayangkan kalau pesawat tersebut dalam kecepatan 350 mil per jam, maka
waktu 1 menit berarti telah melompat ke jarak yang amat berarti. Ini
menandakan adanya keterbatasan fisiologi (penglihatan, keterpakuan
pangamatan dan membuat tindakan) pada usia tua. Juga kemampuan menyimpan
suatu informasi menjadi bagian dari ingatan yang selanjutnya ingatan
tersebut "dipanggil" kembali untuk membekali keputusan tindakan apa
yang akan dilakukan mengalami kemunduran, walaupun kecerdasan tetap baik
atau tidak menyusut . Hanya daya pengertian dalam membuat
perbandinganlah yang merosot atau menurun. Inilah yang menjadi penyebab
mengapa orang tua tidak mampu secara cepat mempelajari hal-hal baru
disamping menghapus cara-cara lama yang telah usang dan tak terpakai
lagi. Kemerosotan atau kemunduran ini nyata terlihat bila orang tua
menghadapi tugas-tugas yang muskil dalam kondisi terbebani, misalnya
menghadapi engine trouble sekaligus cuaca buruk.
Aspek sosiopsikologis orang
tua turut penting dalam menurunkan produktivitas. Pengalaman hidup yang
telah demikian panjang serta pengaruh warna-warni lingkungan, kelurga,
tempat penugasan serta berbagai corak karakter manusia yang dijumpainya,
semangat diri sebagai orang tua serta rasa pengabdian terhadap
pekerjaan, profesi serta negara ikut menentukan sikap perilakunya.
Sebagai contoh, sikap orang ta yang semakin kaku, tambah keras kepala
atau merasa paling tahu. Kondisi seperti ini antara lain dapat terbentuk
sebagai akibat riwayat perjalanan hidupnya yang khas, budaya, kondisi
politik dalam masyarakat tempat ia tinggal serta kesempatan yang
diperolehnya untuk meniti karier serta memperdalam pendidikan.
Demikianlah, masalah usia tua dipengaruhi oleh faktor-faktor
neurofisiologi, psikologi, sosiologi, biologi, pendidikan dan
kepercayaan spiritualnya yang secara terpadu menghasilkan "perilaku
orang tua". Kemunduran aliran darah otak, kemerosotan fungsi penglihatan
dan pendengaran juga perlu menjadi petimbangan.
Disimpulkan bahwa kini belum
ada parameter yang dapat mengukur kemunduran secara pasti dan belum
dapat ditentukan pada umur berapa kemerosotan fungsi tersebut dapat
tertera secara obyektif. Pengetahuan masih terbatas pada mengamati hasil
tes yang sifatnya non parametrik artinya bukan terukur secara baku
dengan parameter standar. Kalau melihat laporan statistik Departemen
Kesehata RI yang menyatakan bahwa usia harapan hidup laki-laki Indonesia
kini adalah 68 tahun, maka usia 65 tahun masih di bawah rata-rata
harapan hidup. Dengan mengaplikasikan Tes Psikomotor Penerbangan, Tes
Inteligensi, Tes Emotional Quotient, maka dicoba ditangkap reaksi
perilaku seseorang dalam kondisi yang menantang, apakah ia tergolong
usia lanjut. Ini merupakan kunci untuk menentapkan kapan seseoranng
harus pesiun dari pekerjaannya, khususnya yang khas seperti pilot
pesawat terbang, operator mesin, pengelola administrasi, dsb.
Pada tahun 1959, FAA (Federal Aviation Administration)
sebuah organisasi badan kelaikan penerbangan Amerika Serikat menetapkan
umur 60 tahun sebagai batas usia pensiun seorang pilot yang
menerbangkan pesawat terbang di suatu perusahaan penerbangan.
Alasannya, para ahli kesehatan usia lanjut (gerontologist)
menyimpulkan bahwa proses menjadi tua atau menua mengakibatkan berbagai
kerancuan diri termasuk mengalami kemerosotan kemampuan dalam
menjalankan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan tinggi dengan
cekatan, cepat tanpa mebuat kesalahan, tak berdaya untuk menunda
kelelahan tubuh dan pikiran, tak mampu bertahan dalam stamina serta tak
mampu mempelajari dengan cepat hal-hal teknologi baru bahkan hilang
kemampuan menghapus metoe atau paham dan pendirian lama yang telah usang
dan tidak sesuai lagi dengan piranti baru. Yang lebih mengkhawatirkan,
menurut para ahli gerontologi, usia lanjut sudah tidak dapat lagi
melakukan koreksi atau membuat keputusan secara cepat yang dibutuhkan
pada kondisi kritis. Kondisi kritis selalu hadir dalam tahap-tahap
penerbangan, baik termasuk hal rutin pada pentahapan terbang maupun
kondisi mendadak yang tidak dikehendaki. Walaupun demikian menurut
Mahler, salah seorang peneliti, dapat diakui bahwa ada saja orang lanjut
usia yang mampu bertahan walaupun jumlahnya terbatas.
Apabila kita simak siklus
kehidupan seorang manusia, ia selalu dalam posisi perkembangan yang
berkesinambungan. Mulai dari masa kanak, remaja, kemudian menjadi dewasa
yang aktif dan produktif dan akhirnya mencapai usia lanjut. pernah ada
yang membuat batasan bahwa rentang usia 20 sampai 50 tahun adalah the best years,
ketika seseorang dalam puncak keberhasilan. Fakta ternyata tidak
mendukung pernyataan tersebut. Setiap kelompok umur memiliki ciri khas
keberhasilan dan kegagalan. Perlu diakui bahwa usia muda unggul dalam
hal-hal fisik, misalnya pemain sepak bola atau atlit yang mencapai
puncak karier di usia 20-an. Tetapi usia tua, orang menjadi lebih kaya
pengalaman dan memiliki kontrol diri yang lebih baik yang menjadi
kelebihan mereka. Ciri ini kalau diterapkan pada sosok seorang pilot,
tercermin kalau kita menyaksikan seorang pilot fighter yang
mengoperasikan pesawat tempur atau buru sergap.
Banyak mereka yang
terbang operasional tak terlalu menghiraukan risiko pekerjaannya. Dengan
bertambahnya usia maka situasi pun bertambah berubah, mereka menjadi
lebih cermat, teliti dan hati-hati, bahkan dapat berkembang menjadi
mudah cemas. Apabila pilot tersebut lebih matang usia maka ia akan mampu
menyelaraskan antara kecermatan dengan perilaku hati-hati,
memperhitungkan risiko, tetapi masih dapat menikmati (enjoy)
dan dengan rasa puas menerbangkan pesawatnya, sehingga keseimbangan
antara keberanian dan sikap hati-hati mencapai titik paling ideal.
Secara fisik pilot senior yang matang ini dapat mempertahankan stamina
yang sudah terlatih dan dikondisikan sejak muda usia, menuju usia tua
tetap dapat bertahan menghadapi stres terbang yang berlangsung cukup
lama dengan terencana secara seimbang, walau mengakui bahwa kondisinya
menjadi kurang tangguh dalam menghadapi tantangan stres dadakan yang
menimbulkan situasi terbebani cukup berat. Secara ringkas dapat
diilustrasikan penampilan pilot fighter berusia 20 tahun yang
agresif, selalu siap bahkan mencari tantangan, dibandingkan dengan pilot
berusia 40 tahun yang mahir mengendalikan diri, memungkinnya
menggunakan kemampuan dengan sempurna. Khusus ketika mendaratkan
pesawat, tuntutan jarak pandang, kemampuan memahami dimensi ruang serta
luas pandang samping, mutlak diperlukan untuk menyentuhkan roda-roda
pesawat yang sedang didaratkan, menjelang menyentuh aspal landasan.
Juga
dalam menghindari halangan (obstacle) yang merintangi misalnya
pohon, gedung/bangunan, tiang dan kawat antena komunikasi yang banyak
sekitar landasan. Usia tua dapat mengubah sikap seseorang yang ketika
muda penuh percaya diri, mandiri dan dapat mengubah akal sehat, ketika
tua berubah menjadi keras kepala, percaya diri berlebihan (overconfidence)
sehingga menjadi egois, sering tidak menghiraukan masukan atau saran
akal sehat ko-pilot yang mungkin jauh lebih tepat. Jika mengambil
ilustrasi penerbangan di Indonesia bagian timur yang bergunung dan
sering cuaca dan arah angin berubah mendadak, ada pomeo bahwa pesawat
yang diterbangkan pilot senior tadi kalau selamat adalah pengecualian
atau keajaiban; yang lebih pantas terjadi adalah malapetakan, mungkin
ringan mungkin musibah besar. Sangat tidak sesuai dengan filosofi
keselamatan penerbangan. Memang kadang terjadi keputusan untuk grounded
atas alasan kesehatan yag dibuat oleh yang berwenang yaitu Balai
Kesehatan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara akan tetapi dapat
dilanggar oleh operator penerbangan perusahaan penerbangan tempat ia
bekerja.
Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara Departemen Perhubungan RI telah melakukan lompatan besar dengan
mencanagkan memperpanjang batasan usia maksimal pilot Indonesia boleh
menerbangkan pesawat sampai usia 65 tahun. Tentu dengan disertai syarat
akan dilaksanakan kajian intensif dan serius dengan instansi terkait,
termasuk disiplin kesehatan penerbangan yang memiliki kesehatan fisik,
metal dan sosial penerbang senior. Ditambah dengan ketentuan bahwa pilot
tersebut melakukan pekerjaannya di kokpit berduadengan ko-pilotnya (double pilot).
Mari kita lihat segi positif sikap serta penampilan seorang lanjut
usia. Tidak jarang kita berjumpa dengan pilot senior yang tegap tubuhnya
serta korek sikapnya, beruniform rapi yang membuatnya makin gagah dan
meyakinkan dalam penampilannya. Berjalan dengan muka cerah, tidak
menunjukkan ketegangan apalagi kepikunan, dipundaknya bertengger balok
emas 4 buah yang sejajar dengan rapi, dadanya tegap, langkahnya pasti,
tersungging senyum kecil di bibirnya, menjinjing tas dinas yang kompak,
melewati petugas imigrasi dan check-inmenuju kokpit untuk
melakukan prefight briefing dengan kru lainnya.
Dari pinggir topi pet
yang berhias untaian bunga warna keemasan tersembul bagian rambut yang
kelabu yang menambah wibawa profesinya. Dalam benaknya tersimpan
segudang pengalaman serta tercipta kearifan dan tanggungjawab atas
keselamatan ratusan penumpang yang dibawanya. tampak kemampuan dirinya
dalam melakukan pembelajaran atau alih taknologi keterampilan terbangnya
kepada rekannya yang lebih muda untuk mewariskan standar profesinya
kepada generasi mendatang. Namun, di samping ilustrasi pilot senior
ideal tadi, ada juga mereka yang menjadi rapuh tubuhnya, bersikap kaku,
tidak luwes, mudah curiga, meremehkan anak muda yang dianggapnya kurang
berpengalaman, mudah menjadi cemas da mudah kehilangan stamina yang
dapat menuju ke inertia. Gambaran umum kerentanan orang berumur.
Dari
dua ilustrasi di atas, timbul pertanyaan : Apakah tanda-tanda objektif
atau kasat mata bilamana seorang pilot sebaiknya pensiun? Dengan
mengaplikasikan berbagai tes termasuk tes kesehatan fisik, mengamati
perilaku bersosialisasi selama di kokpit, di lingkungan kerja dan dengan
mitra kerja, kiranya penambahan usia pensiun dari 60 ke 65 tahun bagi
pilot penerbangan sipil di Indonesia dapat dilaksanakan, tentu dengan
syarat pemantauan khusus kesehatan secara komprehensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar