Kamis, 18 Oktober 2012

Tjililitan, Halim, dan rekor dunia terbang

Tjililitan, Halim, dan rekor dunia terbang
Sebuah pesawat Fokker 27 milik TNI AU jatuh di dekat Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. 11 Orang tewas dalam tragedi penerbangan kesekian kalinya di Indonesia.

Kecelakaan pesawat Fokker di Halim ini mengingatkan pada musibah Sukhoi belum lama ini. Bermula dari Halim, pesawat Sukhoi itu menabrak tebing di Gunung Salak Sukabumi.

Bandara Halim Perdanakusuma, menjadi bagian penting dalam khazanah dirgantara dunia. Keberadaannya bermula sejak sekitar tahun 1928. Dulu namanya masih Bandara Tjililitan. Pengguna pertamanya adalah Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij, maskapai milik kolonial Belanda di Indonesia. Penerbangan pertama dijalani maskapai ini dari Batavia ke Bandung dan Batavia-Semarang.

Penerbangan pertama terjadi pada 1 November 1928, dirayakan dengan upacara besar di Bandara Tjililitan. Penerbangan Batavia-Semarang lantas diperpanjang hingga Surabaya. Perlahan, dari cikal bakal Bandara Halim ini, layanan penerbangan melebar ke Palembang, Medan, Balikpapan, Tarakan dan Denpasar.

Cikal bakal Bandara Halim ini masuk catatan dunia ketika tercipta rekor penerbangan lintas benua. Saat itu, maskapai Belanda KLM menggelar penerbangan pertama lintas benua pada 1929. Dengan pesawat Fokker F.VII perjalanan Belanda-Batavia sepanjang 14.500 km ditempuh dalam waktu 10 hari. Pesawat diisi penumpang maksimal 4 orang termasuk transit hingga menginap di beberapa negara. Berawal dari Amsterdam, pesawat itu mendarat mulus di Bandara Tjililitan. Itulah rekor dunia penerbangan terjauh sebelum Perang Dunia ke-II. 10 hari waktu tempuh adalah kemajuan luar biasa dibandingkan perjalanan kapal laut Amsterdam-Batavia yang mencapai 6-8 pekan.

Waktu tempuh yang lama hingga 10 hari untuk penerbangan lintas benua diperbaiki beberapa tahun kemudian. Pada 1934, Amsterdam-Batavia ditempuh selama 5,5 hari dengan pesawat Douglas DC-2 berpenumpang 14 orang milik maskapai KLM. Sambutan meriah tampak di Bandara Tjililitan sesaat setelah pesawat berjuluk Uiver ini mendarat dari etape terakhir Singapura-Batavia selama 3 jam 20 menit. Kapten pesawat Parmentier diwawancarai langsung oleh radio di Tjililitan dan disiarkan hingga Belanda. Itulah revolusi besar yang dicatat dalam sejarah penerbangan dunia.

Nama Bandara Tjililitan diubah menjadi Bandara Halim Perdanakusuma pada 1960-an untuk menghormati pahlawan udara Indonesia. Bandara ini kini lebih sering digunakan untuk kepentingan militer dan penerbangan VIP. Pemimpin Amerika Serikat seperti George Bush dan Barack Obama mendaratkan pesawatnya di Halim pada kunjungan ke Indonesia.

Kini, pada usianya yang sudah sedemikian tua, Halim akan terus dikenang sebagai bandar udara legendaris di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, dunia juga akan terus mengingatnya sebagai lokasi pendaratan pesawat pencipta rekor dunia.

 Jumat, 22 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar