Rabu, 13 Februari 2013

Hawk-200: Elang Besi Andalan TNI AU


Menengok sejarahnya, pesawat Hawk masuk ke Indonesia pada tahun 1980, tatkala TNI-AU menggunakan Hawk Mk-53 sebagai pesawat latih bagi penerbangnya. Memasuki tahun 1993, Indonesia dan pemerintah Inggris menandatangani kontrak pembelian 24 Hawk 100/200. Tak berhenti disitu, Indonesia kemudian setuju untuk menambah 16 pesawat lagi, sehingga total ada 40 pesawat yang dibeli dengan nilai Rp 3 Triliun. Khusus pesawat Hawk-200 dioperasikan oleh Skadron Udara 12 Lanud Rusmin Nurjadin Pekanbaru sejak tahun 1996.

Sesuai aturan yang berlaku, pesawat Hawk 100/200 milik Indonesia diberi kode Hawk Mk. 109/209 yang tak lain merupakan kode ekspor untuk pesawat Hawk yang dijual kepada Angkatan Udara Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan Hawk yang dibeli oleh beberapa negara tetangga, ambil contoh Hawk milik Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) diberi kode Hawk Mk. 108/208, sementara Hawk milik Royal Australian Air Force (RAAF) mendapat kode Hawk Mk. 127. Diluar Inggris, Australia, Malaysia dan Indonesia, pesawat ini juga dipakai secara luas di belahan dunia. Mulai dari Korea Selatan, Kenya, Kuwait, Arab Saudi, India, Swiss, Finlandia, hingga Negara Dunia Ketiga seperti Zimbabwe.

Bila ditilik lebih jauh, Hawk-100 merupakan versi latih yang bisa diubah menjadi versi tempur, sementara Hawk-200 merupakan versi tempur murni. Meski begitu kedua pesawat ini sama-sama dikhususkan untuk mengemban misi pertahanan udara dan bantuan tembakan udara langsung di medan tempur.


(foto: airwar.ru)

Secara keseluruhan, Hawk-200 memiliki sejumlah keunggulan dibanding varian Hawk lain. Sebut saja untuk sumber tenaga menggunakan mesin yang jauh lebih kuat, kemudian dilengkapi dengan perangkat lihat malam (Forward Looking Infrared/FLIR) yang membuatnya mampu beroperasi pada malam hari. Untuk meningkatkan performa pesawat dalam pertempuran udara, pada bagian bodi dilengkapi sayap tempur (combat wing) dengan sirip manuver tempur. Adapun untuk menambah jangkauan terbang, jet ini masih dilengkapi dengan tangki bahan bakar eksternal.


AIM-9 Sidewinder, jadi salah satu rudal andalan Hawk 100/200 (foto: wikipedia.nl)

Tak hanya itu. Beberapa perlengkapan juga ditambahkan, diantaranya penambahan sistem pertahanan diri chaff dan flare pada bagian belakang pesawat yang berguna untuk mengecoh serangan rudal penjejak panas. Pesawat ini juga masuk kategori pesawat multifungsi yang mampu menggotong beragam persenjataan. Mulai dari kanon Aden kaliber 30 mm, rudal AGM-65 Maverick, rudal AIM-9 Sidewinder, rudal anti kapal Sea Eagle, hingga berbagai macam bom konvensional.

Di Indonesia, khususnya ketika digelar dalam operasi militer di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sejumlah Hawk-200 sempat dilibatkan sebagai air escort dalam operasi lintas udara. Namun sayang selama diterjunkan dalam operasi di NAD, (konon) Hawk tak memuntahkan secuil pun peluru lantaran keberatan dari negara pabrikan. Ini tentunya menjadi bukti bahwa Inggris tak beda jauh dengan saudaranya di Amerika (yang pada tahun 1999-2003 pernah mengembargo Indonesia), negara yang sering memasukkan masalah politik dalam jual beli maupun penggunaan alutsista buatan mereka. (Yudi Supriyono)

Referensi:
1.    Angkasa No. 9 Juni 2003,”Hawk 200 Menggebrak”.
2.    Angkasa No. 9 Juni 2006,”Hawk Mk.127: The Next Level FighterTrainer”
3.    Tribunnews.com, 16 Oktober 2012, “Jet Hawk 200, Si Lincah yang Banyak Lahirkan Fighter Unggul”, diakses 16 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar