Sahabatku itu menangis sambil memelukku erat sambil membenamkan
kepalanya ke dadaku. Aku ikut meneteskan air mata sambil berucap:
“Tabahkan hatimu, Esdine…,” kuseka air matanya dgn tissue, sudahlah,
jangan larut dalam kesedihan terus..Kita ambil jalan keluar atas
kesulitan yg kau hadapi, aku memberinya semangat.”
Saya dan Esdine bekerja sebagai pramugari di sebuah penerbangan
domestik. Karena sering bertemu dalam pesawat… maka hubungan kami
semakin akrab saja.Sebagai pramugari, kami dibekali cara-cara pelayanan
yang memuaskan para penumpang. Lima tahun kami bersama-sama mengalami
suka-duka dalam penerbangan domestik. Selama itu, kami mengenal banyak
para pilot yang sering ikut bersama kami. Esdine yang memiliki alis mata
yang lentik terlihat sangat cantik.Tubuhnya tinggi semampai dan
jalannya yang anggun banyak membuat pria tergila-gila kepadanya.
Di antara para pilot itu ada yang bernama Wiyono. Dia pendiam,tetapi
sangat perhatian kepada Esdine. Sebagai orang Jawa yang selalu diajari
tatakrama yang sopan, boleh dikatakan Wiyono tidak pernah melukai hati
Esdine melalui perkataan maupun sikap. Wiyono sering memberikan souvenir
bagi Esdine bila dia habis menerbangkan pesawatnya ke berbagai daerah.
Dengan sikap yang penuh perhatian selalu dari Wiyono, Esdinepun tertarik
dan jatuh hati juga melihatnya.
Suatu ketika pada saat penerbangan ke Ujung Pandang pihak mangement
maskapai penerbangan Garuda memilih Wiyono sebagai pilotnya dan Esdine
ikut serta sebagai stewardes. Hati mereka berbunga-bunga karena mereka
boleh sama-sama berada di satu pesawat. Pada saat pesawat dalam
ketinggian 6000 kaki dan Esdine sdh selesai melakukan peragaan bagi
penumpang, Wiyono memanggil Esdine untuk menghampirinya.
Esdine dengan langkah yang anggun menghampiri Wiyono dan bertanya: “Ada apa mas Wi?”
“Duduklah di sampingku, aku mau mengatakan sesuatu kepadamu.” Wiyono
mendekatkan mulutnya ke telinga Esdine dan bebisik: “Abdi bogo kaajin,
Esdine.”
“Apaan tuh mas artinya?”
“Kulo Cinta sama Esdine.”
“Ah..Mas ini ada-ada saja….” Esdine tersenyum manis. Mata mereka
berdua saling menatap dan Wiyonopun memegang bahu Esdine dan mencium
dahinya sebagai tanda cinta.
Mulai peristiwa indah diatas pesawat itu, hubungan kasih mereka makin
erat,dan mereka bermaksud melanjutkannya ke pernikahan. Sepertinya
tidak ada lagi yang dapat memisahkan mereka berdua.
Dua minggu sebelum pernikahan mereka, Wiyono mendapat tugas
menerbangkan pesawat terbang ke Timika. Hari nas itupun datang,
pesawatnya mendapatkan kecelakaan di hutan belantara Timika.Berita
kecelakaan segera diterima bahwa pilot pesawat ikut tewas.
Mendengar berita ini Esdine langsung menghubungi kantor penerbangan
dan benar Wiyono sang kekasihnya ikut tewas. Airmata berderai membasahi
kedua pipinya. Esdine sangat berduka karena batal menikah dengan Wiyono.
Pada saat cinta mereka berdua bertumbuh subur, maut memutuskan hubungan
mereka.
Pupuslah harapannya.
Beberapa bulan setelah peristiwa tersebut, hati Esdine hampa, tidak
ada yang dapat mengobati hatinya yang sedih. Dia tidak tahu kepada siapa
dia mengadu. Pada saat-saat demikian seorang pilot rekan wiyono bernama
Fery datang menghampirinya dan membujuknya agar tidak larut dalam
kesedihan. Pilot ini mampu menghiburnya dan mengisi kekosongan hatinya.
Dia terhibur dan terbuai dengan janji-janji yang membesarkan hatinya.
Untuk menghilangkan kesepian, Esdine sering diajak berlibur oleh Fery ke
tempat-tempat sejuk.
Saya sudah curiga melihat kekompakan mereka. Aku ingin melarang
Esdine agar tidak bergaul dengannya. Karena saya tahu si Fery ini adalah
laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Dia sering selingkuhan dengan
pramugari-pramugari yang sudah punya suami. Kasihan sahabatku ini, bila
dia mengalami kepedihan hati lagi dengan si Fery ini.
Dugaanku benar, Esdine sudah hamil dua bulan.
“Aku hamil, Lisra oleh Fery. Dia satu-satunya laki-laki yang
berhubungan denganku tetapi Fery tidak mengakuinya. Katanya dia mendapat
surat kaleng, bahwa bayi yang di perutku ini bukan hasil perbuatannya,
tetapi lelaki lain. Dia robek surat itu di hadapanku tanpa
menunjukkannya kepadaku.”
“Apakah itu tulisan tangannya sendiri?” tanyaku.
“Itulah, Lis, aku gak tahu, soalnya dia marah-marah dan langsung
meninggalkanku. Aku tidak tahu dia berada di mana sekarang, aku bingung
tentang masa depan bayiku. Bisakah kamu tolong saya?” Dia menangis
sambil memelukku.
“Bagaimana kalau digugurkan saja?” Aku memberi usul untuk mengatasi masalahnya.
“Lis, aku tidak mau mengugurkannya,” jawab Esdine.
Aku salut melihat sikap sahabatku ini yang tidak mau mengugurkan
janin di rahimnya. Yang kubutuhkan adalah tempat hingga aku melahirkan
bayi ini dengan selamat, sahutnya. Akupun merelakan kamarku untuk
tempat tinggalnya sementara. Itulah yang dapat kubantu untuk sahabatku
ini.
Demikianlah kisah Esdine yang memilukan, tetapi memilih tidak menggugurkan janin di kandungannya.
Pengalaman Esdine adalah cermin bagi para wanita single untuk
berhati-hati agar tidak terlalu mudah menerima rayuan-rayuan yang
menghanyutkan.
Walsinur Silalahi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar