Sabtu, 01 Desember 2012

Kisah Anggraini Mokoginta, Pramugari Sky Aviation asal Bolaang Mongondow

Andre Buchari bersama Anggraini Mokoginta yang memeluk buah hati mereka.

KERABAT Anggraini Fitria Zuwesty Mokoginta Soepredjo alias Anggi (26), pramugari Sky  Aviation sekaligus menantu Mantan plt. Walikota Manado Abdi Buchari, sangat terpukul dengan kenyataan yang dialami perempuan cantik asal Passi, Kab. Bolaang Mongondow tersebut.

Hati mereka perih dan tercabik-cabik serta air mata terus mengalir saat Tim SAR memastikan pesawat Sukhoi Superjet 100 hancur berkeping-keping di tebing di kawasan Gunung Salak, Bogor Jawa Barat.

Orang tuanya Sudjono Soepredjo, ibu mertua Rosmawaty Nasaru dan adik Anggi tak bisa menahan air matanya, saat menanti di Bandara Halim Perdana Kusuma, masuk laporan Tim Basarnas telah menemukan beberapa jenazah korban Sukhoi di hutan Gunung Salak Kamis sore.

Saat mendengar kabar buruk, Rosmawati yang baru tiba dari Manado bersama ayah Anggi sulit berkata-kata. Raut wajah anggota DPRD Sulawesi Utara Fraksi P-Hanura ini amat mengharukan. Ia mengaku masih terpukul dengan kejadian naas yang sangat tiba-tiba ini. “Saya baru saja ber SMS dengan Anggi. Andre dari pagi sudah ikut mencari Anggi. Saya di sini (Jakarta,Red) sudah tak bertemu dia lagi,” ungkap anggota Komisi II DPRD Sulut ini tadi malam.

Ia mengatakan, ia bersama ayah, ibu dan adik Anggi yang juga pramugari Lion Air terus menerus berdoa. Sementara ibunya, yang tengah menanti di rumah di Central Park Jakarta Selatan tak mau menyentuh makan dan masuk rumah. Ibu Anggi tidak makan kalau Anggi belum kembali. Karena sebelum berangkat, Anggi sempat berjanji akan pulang, tidak akan nginap. Sampai sekarang masih sangat shock. Mereka istirahat di Kemayoran,” tutur Nasaru.

“Yang sangat terpukul itu ibunya Anggi. Sampai sekarang, beliau tidak mau makan,” kata Nasaru yang dihubungi baru tiba di rumah di sekitar Central Park, Jakarta Selatan.

Andre sendiri, suami Anggi, paling terpukul. Ia tak bisa duduk diam menanti perempuan yang dipacari sejak 2005 silam. Ia pun memutuskan bergabung bersama tim SAR untuk mencari bangkai pesawat.
Putra bungsu Abdi Buchari, saat diwawancarai via telepon mengatakan posisinya sedang berada di bawah kaki Gunung Salak Dua, bersama tim pencari. “Maaf signalnya memang tidak bagus di sini, jadi sulit menghubungi saya,” tutur Andre di ujung telpon saat berhasil dihubungi koran ini.

Dari balik ponsel suara Andre kadang-kadang berhenti, kadang juga berubah serak. Pria berwajah tampan ini mengaku tak mau hanya menunggu.  Ia bertekad mencari sang istri dalam keadaan apapun. “Saya ingin mencari istri saya.

Saya ingin menjemput Anggi,” tukasnya, Sulitnya medan, membuat percakapan terhenti. Sesaat kemudian Andre mengirim SMS. Mahasiswa Trisakti Jakarta ini menjelaskan kondisinya, bersama tim pencari. SMS Andre ia bersama tim dari SAR, TNI, Polri, Polhut dan para pecinta alam.

Menurutnya mereka sudah bagi-bagi tugas. “Tadi ada dua tim yang sudah naik ke Gunung Salak Dua karena menurut SAR yang memantau dari udara puing-puing pesawat terlihat tepat di Gunung Salak Dua ini,” tulis Andre dalam SMS-nya.

“Saya ikut mencari dari pagi karena sangat sayang istri saya, Anggi,” katanya dalam SMS diikuti simbol sedih. Ketika ditanya apa harapannya selaku suami, Andre menjawab ia sangat ingin bertemu Anggi.

“Saya berharap kondisi dan situasi apapun, saya tetap bertemu dengan istri saya karena saya sangat sayang sama dia,” akunya dalam SMS, disertai simbol sedih yang seakan menjadi gambaran suasana hatinya. Kesempatan itu juga Andre mengucapkan terima kasih untuk semua doa yang diberikan warga Manado untuk dia dan keluarga. “Saya ucapkan terima kasih. Sampai di sini dulu, karena signal susah,” tutupnya.
Dari penuturan Nasaru, lewat pengakuan Andre, medan untuk sampai di puncak gunung sangat licin. “Jadi memang cukup sulit untuk ke atas,” imbuhnya dengan nada khawatir.

Dari Manado, raut sedih dirasakan ayah mertua mantan Wakil Wali Kota Manado Abdi Buchari. Abdi yang mengenakan kaus warna biru, tak bisa berkata banyak saat ditemui di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Tuminting Kamis (10/5) kemarin sekira pukul 14.00 Wita.

Saat ditanyakan kabar buruk yang menimpa anak menantunya, Buchari terdiam sesaat, matanya berkaca-kaca, ia mengatakan kejadian itu ia sudah diketahui dari salah satu petugas lapas. “Anak saya Andre yang menghubungi petugas di sini, kemudian mereka menyampaikan hal ini ke saya,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Suara Buchari terbata-bata saat mengutip ungkapan anak bungsunya. “Papa di dalam pesawat itu ada Anggi istri saya dan diduga pesawat itu terjatuh, ujarnya.

Kemudian sekira pukul 21.00 Wita, Abdi mengaku meminjam ponsel petugas Lapas dan menanyakan pesawat itu terjatuh di mana? singkat Andre menjawab. “Sekitaran kebun Salak,” jawabnya.

Buchari mengaku  terakhir bertemu dengan Anggi pada April kemarin, saat ia menjenguk Buchari di Lapas Tuminting. “Anggi datang sendiri dari Jakarta dengan tujuan mau melihat keluarga,” katanya.

Namun saat Anggi berkunjung, Andre tidak ikut. Belakangan diketahui Andre takut naik pesawat padahal istrinya seorang pramugari. “Memang dia takut naik pesawat meski dibayar berapa,” tutur Buchari, sembari menambahkan sebelum perkawinan anak saya dengan Anggi, saya sudah berulang kali mengingatkan Andre apa siap beristri pramugari karena setiap saat pasti ditinggal.
Sementara itu, rumah orang tua Anggi yang terletak di Perumahan Buha Asri, Kelurahan Buha Lingkungan IV, Nomor G 2 itu tampak sepi. Rumah sederhana itu hanya ditinggali adik ipar Sudjono Soepredjo. Informasi dari tetangga rumah itu sejak pukul 5.00 Wita Subuh kosong. “Saya lihat pak Djono dijemput mobil Avanza warna biru,” ungkap Yanti Kaung.

Saat dihubungi, ayah Anggi mengatakan, ia terus berdoa dan mencari-cari informasi mengenai keadaan Anggi.  “Kami menunggu kedatangan Anggi yang kabarnya sudah dalam perjalanan. Kami berterimakasih kepada masyarakat dan pihak keluarga yang telah berdoa untuk kebaikan Anggi,” tuturnya.

Suasana duka mulai terasa di kompleks rumah tante Anggi, Suratni Soepredjo (54). Tante Anggi menetap di Kelurahan Titiwungen Jalan Samrat, Lingkungan V Kecamatan Wenang Selatan. Kerabat Anggi langsung berkumpul menggelar tahlilan di dalam Masjid Al Mutaqin, Pondol.

Semua yang hadir, wajahnya sendu dan begitu sedih. Ucapan tahlil kompak beriringan menggema di ruangan kecil. Usai tahlilan, tadi malam tante Anggi mengaku ponakan mereka orang yang periang dan ibu rumah tangga yang santun dan baik terhadap keluarganya. “Anggi selalu baik dan perhatian terhadap keluarganya,” tuturnya.
“Kami selalu berdoa dan berzikir bersama-sama, agar keponakan kami diberikan yang terbaik oleh Allah SWT,” tuturnya. Saskia Tuhatelu (35), yang juga tante Anggi mengatakan, pada saat sebelum Anggi terbang  dengan pesawat Shukoi, pagi harinya Anggi sempat pergi ke rumah Ervina Mokoginta untuk pamitan.

Anggi mengatakan kepada ibunya kalau ini penerbangan pertamanya bersama peswat Shukoi. “Karena pesawat tersebut akan dibeli perusahannya Sky Aviation. Jadi pesawat tersebut masih dalam percobaan dalam penerbangannya,” kata Saskia saat saat diwawancarai koran ini

Suasana duka ikut dirasakan keluarga besar Anggi di Desa Bulud, Passi Barat. Rumah sederhana di Dusun I Desa Bulud ukuran sekira 9 X 12 meter2  telah dipenuhi puluhan orang kerabat dan tetangga, mulai dari anak kecil hingga yang paling tua. Dari depan rumah, terdengar isak tangis kesedihan.

Sebagian masih kelihatan bening air mata mengalir di pipi. Mereka yang menangis adalah nenek, kakek, paman, tante, sepupu hingga sahabat Anggi. Mereka terlihat berkumpul di ruang tamu sambil menonton siaran salah satu televisi nasional. Meski tetap melayani wartawan, namun nampak, seluruh keluarga sangat sulit menggambarkan bagaimana perasaan mereka.

“Kami hanya bisa terus berdoa dan beharap, semoga cucu pertama saya ini masih selamat dari kecelakaan yang terjadi,” kata Ny Mokoginta- Gantu.

Nenek Anggi dan keluarga lain tidak pernah ada firasat buruk sebelum kecelakaan terjadi. Justru, hari Rabu itu, sesaat sebelum terbang Anggi menelepon nenek dan keluarga lainnya di Bulud dan Bintau’. “

Anggi hanya mengatakan, nenek Saya sekarang mau naik pesawat baru,” ucap neneknya menirukan kalimat yang diucapkan Anggi. Dikisahkan pula, Anggi lahir 25 tahun lalu dan tumbuh di Desa Bulud dan Bintau’.

Anggi juga mengeyam pendidikan di taman kanak- kanak di sana. Namun berjalannya waktu, ayah dan ibunya pindah ke Manado, dan Anggi pun ikut diboyong Anggi  dilahirkan dan dibesarkan di Dusun I, Desa Bulud, Kecamatan Passi Barat, yang kini sudah menetap di Manado.

Oma Anggi menuturkan, ia menyempatkan diri pulang menjenguk keluarga di Desa Bulud dan Bintau’. “Itu terakhir kali dia datang kemari,” tutur Ny Mokoginta- Gantu didampingi sejumlah keluarga lain.

Oma Mokoginta hanya bisa pasrah sembari mengirimkan doa. Ia berharap agar Anggi dapat selamat dari kecelakaan pesawat buatan Rusia tersebut. “Torang di sini berdoa terus. Torang ley ba telepon terus pa Anggi pe mama dengan papa. (Kami terus berdoa. Kami terus menelpon ke ibu dan ayah Anggi),” tambah Ny Mokoginta- Gantu.

Sudjono Soepredjo, ayah kandung Anggi saat dihubungi via telepon seluler, kemarin, mengatakan sebelum peristiwa nahas menimpa anak kandungnya tersebut, tidak ada firasat apa-apa. S
udjono juga meminta dukungan doa dari keluarga serta kerabat Anggi di Bolmong, untuk keselamatan putri tercintanya tersebut. “Hanya itu Pak yang kami harapkan sekarang, karena saat ini tim SAR masih terus berusaha mengevakuasi,” tambahnya singkat dengan nada suara sedih.

Anggi bekerja sebagai pramugari Lion Air sejak tahun 2005 dan sekira dua tahun bekerja sebagai pramugari Lion Air, Anggi pindah ke Ekspres Air dan 2011 lalu pindah ke Sky Air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar