Andre Buchari bersama Anggraini Mokoginta yang memeluk buah hati mereka.
KERABAT Anggraini Fitria Zuwesty
Mokoginta Soepredjo alias Anggi (26), pramugari Sky Aviation sekaligus
menantu Mantan plt. Walikota Manado Abdi Buchari, sangat terpukul dengan
kenyataan yang dialami perempuan cantik asal Passi, Kab. Bolaang
Mongondow tersebut.
Hati mereka perih dan tercabik-cabik
serta air mata terus mengalir saat Tim SAR memastikan pesawat Sukhoi
Superjet 100 hancur berkeping-keping di tebing di kawasan Gunung Salak,
Bogor Jawa Barat.
Orang tuanya Sudjono Soepredjo, ibu
mertua Rosmawaty Nasaru dan adik Anggi tak bisa menahan air matanya,
saat menanti di Bandara Halim Perdana Kusuma, masuk laporan Tim Basarnas
telah menemukan beberapa jenazah korban Sukhoi di hutan Gunung Salak
Kamis sore.
Saat mendengar kabar buruk, Rosmawati
yang baru tiba dari Manado bersama ayah Anggi sulit berkata-kata. Raut
wajah anggota DPRD Sulawesi Utara Fraksi P-Hanura ini amat mengharukan.
Ia mengaku masih terpukul dengan kejadian naas yang sangat tiba-tiba
ini. “Saya baru saja ber SMS dengan Anggi. Andre dari pagi sudah ikut
mencari Anggi. Saya di sini (Jakarta,Red) sudah tak bertemu dia lagi,”
ungkap anggota Komisi II DPRD Sulut ini tadi malam.
Ia mengatakan, ia bersama ayah, ibu dan
adik Anggi yang juga pramugari Lion Air terus menerus berdoa. Sementara
ibunya, yang tengah menanti di rumah di Central Park Jakarta Selatan tak
mau menyentuh makan dan masuk rumah. Ibu Anggi tidak makan kalau Anggi
belum kembali. Karena sebelum berangkat, Anggi sempat berjanji akan
pulang, tidak akan nginap. Sampai sekarang masih sangat shock. Mereka
istirahat di Kemayoran,” tutur Nasaru.
“Yang sangat terpukul itu ibunya Anggi.
Sampai sekarang, beliau tidak mau makan,” kata Nasaru yang dihubungi
baru tiba di rumah di sekitar Central Park, Jakarta Selatan.
Andre sendiri, suami Anggi, paling
terpukul. Ia tak bisa duduk diam menanti perempuan yang dipacari sejak
2005 silam. Ia pun memutuskan bergabung bersama tim SAR untuk mencari
bangkai pesawat.
Putra bungsu Abdi Buchari, saat
diwawancarai via telepon mengatakan posisinya sedang berada di bawah
kaki Gunung Salak Dua, bersama tim pencari. “Maaf signalnya memang tidak
bagus di sini, jadi sulit menghubungi saya,” tutur Andre di ujung
telpon saat berhasil dihubungi koran ini.
Dari balik ponsel suara Andre
kadang-kadang berhenti, kadang juga berubah serak. Pria berwajah tampan
ini mengaku tak mau hanya menunggu. Ia bertekad mencari sang istri
dalam keadaan apapun. “Saya ingin mencari istri saya.
Saya ingin menjemput Anggi,” tukasnya,
Sulitnya medan, membuat percakapan terhenti. Sesaat kemudian Andre
mengirim SMS. Mahasiswa Trisakti Jakarta ini menjelaskan kondisinya,
bersama tim pencari. SMS Andre ia bersama tim dari SAR, TNI, Polri,
Polhut dan para pecinta alam.
Menurutnya mereka sudah bagi-bagi tugas.
“Tadi ada dua tim yang sudah naik ke Gunung Salak Dua karena menurut SAR
yang memantau dari udara puing-puing pesawat terlihat tepat di Gunung
Salak Dua ini,” tulis Andre dalam SMS-nya.
“Saya ikut mencari dari pagi karena
sangat sayang istri saya, Anggi,” katanya dalam SMS diikuti simbol
sedih. Ketika ditanya apa harapannya selaku suami, Andre menjawab ia
sangat ingin bertemu Anggi.
“Saya berharap kondisi dan situasi
apapun, saya tetap bertemu dengan istri saya karena saya sangat sayang
sama dia,” akunya dalam SMS, disertai simbol sedih yang seakan menjadi
gambaran suasana hatinya. Kesempatan itu juga Andre mengucapkan terima
kasih untuk semua doa yang diberikan warga Manado untuk dia dan
keluarga. “Saya ucapkan terima kasih. Sampai di sini dulu, karena signal
susah,” tutupnya.
Dari penuturan Nasaru, lewat pengakuan
Andre, medan untuk sampai di puncak gunung sangat licin. “Jadi memang
cukup sulit untuk ke atas,” imbuhnya dengan nada khawatir.
Dari Manado, raut sedih dirasakan ayah
mertua mantan Wakil Wali Kota Manado Abdi Buchari. Abdi yang mengenakan
kaus warna biru, tak bisa berkata banyak saat ditemui di Lembaga
Permasyarakatan (Lapas) Tuminting Kamis (10/5) kemarin sekira pukul
14.00 Wita.
Saat ditanyakan kabar buruk yang menimpa
anak menantunya, Buchari terdiam sesaat, matanya berkaca-kaca, ia
mengatakan kejadian itu ia sudah diketahui dari salah satu petugas
lapas. “Anak saya Andre yang menghubungi petugas di sini, kemudian
mereka menyampaikan hal ini ke saya,” ungkapnya dengan mata
berkaca-kaca.
Suara Buchari terbata-bata saat mengutip
ungkapan anak bungsunya. “Papa di dalam pesawat itu ada Anggi istri saya
dan diduga pesawat itu terjatuh, ujarnya.
Kemudian sekira pukul 21.00 Wita, Abdi mengaku meminjam ponsel petugas Lapas dan menanyakan pesawat itu terjatuh di mana? singkat Andre menjawab. “Sekitaran kebun Salak,” jawabnya.
Buchari mengaku terakhir bertemu dengan
Anggi pada April kemarin, saat ia menjenguk Buchari di Lapas Tuminting.
“Anggi datang sendiri dari Jakarta dengan tujuan mau melihat keluarga,”
katanya.
Namun saat Anggi berkunjung, Andre tidak
ikut. Belakangan diketahui Andre takut naik pesawat padahal istrinya
seorang pramugari. “Memang dia takut naik pesawat meski dibayar berapa,”
tutur Buchari, sembari menambahkan sebelum perkawinan anak saya dengan
Anggi, saya sudah berulang kali mengingatkan Andre apa siap beristri
pramugari karena setiap saat pasti ditinggal.
Sementara itu, rumah orang tua Anggi yang
terletak di Perumahan Buha Asri, Kelurahan Buha Lingkungan IV, Nomor G 2
itu tampak sepi. Rumah sederhana itu hanya ditinggali adik ipar Sudjono
Soepredjo. Informasi dari tetangga rumah itu sejak pukul 5.00 Wita
Subuh kosong. “Saya lihat pak Djono dijemput mobil Avanza warna biru,”
ungkap Yanti Kaung.
Saat dihubungi, ayah Anggi mengatakan, ia
terus berdoa dan mencari-cari informasi mengenai keadaan Anggi. “Kami
menunggu kedatangan Anggi yang kabarnya sudah dalam perjalanan. Kami
berterimakasih kepada masyarakat dan pihak keluarga yang telah berdoa
untuk kebaikan Anggi,” tuturnya.
Suasana duka mulai terasa di kompleks
rumah tante Anggi, Suratni Soepredjo (54). Tante Anggi menetap di
Kelurahan Titiwungen Jalan Samrat, Lingkungan V Kecamatan Wenang
Selatan. Kerabat Anggi langsung berkumpul menggelar tahlilan di dalam
Masjid Al Mutaqin, Pondol.
Semua yang hadir, wajahnya sendu dan
begitu sedih. Ucapan tahlil kompak beriringan menggema di ruangan kecil.
Usai tahlilan, tadi malam tante Anggi mengaku ponakan mereka orang yang
periang dan ibu rumah tangga yang santun dan baik terhadap keluarganya.
“Anggi selalu baik dan perhatian terhadap keluarganya,” tuturnya.
“Kami selalu berdoa dan berzikir
bersama-sama, agar keponakan kami diberikan yang terbaik oleh Allah
SWT,” tuturnya. Saskia Tuhatelu (35), yang juga tante Anggi mengatakan,
pada saat sebelum Anggi terbang dengan pesawat Shukoi, pagi harinya
Anggi sempat pergi ke rumah Ervina Mokoginta untuk pamitan.
Anggi mengatakan kepada ibunya kalau ini
penerbangan pertamanya bersama peswat Shukoi. “Karena pesawat tersebut
akan dibeli perusahannya Sky Aviation. Jadi pesawat tersebut masih dalam
percobaan dalam penerbangannya,” kata Saskia saat saat diwawancarai
koran ini
Suasana duka ikut dirasakan keluarga
besar Anggi di Desa Bulud, Passi Barat. Rumah sederhana di Dusun I Desa
Bulud ukuran sekira 9 X 12 meter2 telah dipenuhi puluhan orang kerabat
dan tetangga, mulai dari anak kecil hingga yang paling tua. Dari depan
rumah, terdengar isak tangis kesedihan.
Sebagian masih kelihatan bening air mata
mengalir di pipi. Mereka yang menangis adalah nenek, kakek, paman,
tante, sepupu hingga sahabat Anggi. Mereka terlihat berkumpul di ruang
tamu sambil menonton siaran salah satu televisi nasional. Meski tetap
melayani wartawan, namun nampak, seluruh keluarga sangat sulit
menggambarkan bagaimana perasaan mereka.
“Kami hanya bisa terus berdoa dan
beharap, semoga cucu pertama saya ini masih selamat dari kecelakaan yang
terjadi,” kata Ny Mokoginta- Gantu.
Nenek Anggi dan keluarga lain tidak pernah ada firasat buruk sebelum kecelakaan terjadi. Justru, hari Rabu itu, sesaat sebelum terbang Anggi menelepon nenek dan keluarga lainnya di Bulud dan Bintau’. “
Anggi hanya mengatakan, nenek Saya
sekarang mau naik pesawat baru,” ucap neneknya menirukan kalimat yang
diucapkan Anggi. Dikisahkan pula, Anggi lahir 25 tahun lalu dan tumbuh
di Desa Bulud dan Bintau’.
Anggi juga mengeyam pendidikan di taman
kanak- kanak di sana. Namun berjalannya waktu, ayah dan ibunya pindah ke
Manado, dan Anggi pun ikut diboyong Anggi dilahirkan dan dibesarkan di
Dusun I, Desa Bulud, Kecamatan Passi Barat, yang kini sudah menetap di
Manado.
Oma Anggi menuturkan, ia menyempatkan
diri pulang menjenguk keluarga di Desa Bulud dan Bintau’. “Itu terakhir
kali dia datang kemari,” tutur Ny Mokoginta- Gantu didampingi sejumlah
keluarga lain.
Oma Mokoginta hanya bisa pasrah sembari
mengirimkan doa. Ia berharap agar Anggi dapat selamat dari kecelakaan
pesawat buatan Rusia tersebut. “Torang di sini berdoa terus. Torang ley
ba telepon terus pa Anggi pe mama dengan papa. (Kami terus berdoa. Kami
terus menelpon ke ibu dan ayah Anggi),” tambah Ny Mokoginta- Gantu.
Sudjono Soepredjo, ayah kandung Anggi
saat dihubungi via telepon seluler, kemarin, mengatakan sebelum
peristiwa nahas menimpa anak kandungnya tersebut, tidak ada firasat
apa-apa. S
udjono juga meminta dukungan doa dari
keluarga serta kerabat Anggi di Bolmong, untuk keselamatan putri
tercintanya tersebut. “Hanya itu Pak yang kami harapkan sekarang, karena
saat ini tim SAR masih terus berusaha mengevakuasi,” tambahnya singkat
dengan nada suara sedih.
Anggi bekerja sebagai pramugari Lion Air
sejak tahun 2005 dan sekira dua tahun bekerja sebagai pramugari Lion
Air, Anggi pindah ke Ekspres Air dan 2011 lalu pindah ke Sky Air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar